Meningkatnya Kekerasan di Kalangan Remaja / Masyarakat


Deskripsi

       Aksi kekerasan dikalangan Remaja merupakan ekspresi perasaan-perasaan yang tertekan yang dialami para remaja selama bertahun-tahun sejak kecil. Mereka menghadapi lingkungan yang penuh kekerasan seperti keluarga yang dalam mendidik anak menggunakan kekerasan. Di sekolah menghadapi kurikulum yang padat, PR bertumpuk, guru yang menggunakan kekerasan. Semua itu menumpuk agresifitas dalam diri mereka .
Penyebab

1 Paradigma Salah
      Banyak orang yang beranggapan bahwa dengan melakukan tindakan keras seperti menjewer, memukul, mencubit, bisa menekankan disiplin pada diri anak. Padahal sama sekali tidak. Justru perilaku kekerasan itu terus berkembang di dalam diri anak tersebut, dan dianggap biasa. Alhasil, kepada temannya pun dia melakukan kekerasan serupa, atau lebih.

2 Media Tele Visi
       Bukan hanya keluarga saja, media seperti TV juga punya peran dalam membentuk kebiasaan melakukan kekerasan. "Tayangan berita berisi kekerasan seperti demonstrasi mahasiswa, demonstrasi Pilkada, film, sinetron, direkam sangat baik oleh remaja dan anak-anak. Mereka akan menganggap bahwa itu semua wajar dilakukan dan merasa layak melakukan hal serupa.

3 Kebiasaan buruk
Jika tidak segera dicarikan solusinya, maka kebiasaan melakukan tindak kekerasan itu bisa terbawa sampai dewasa. Bukan tidak mungkin kelak mereka yang terbiasa dengan tindakan kekerasan sejak kecil dan remaja ini akan terus melakukan kekerasan sampai mereka menjadi orang tua dan menurunkan ke anak-anaknya.

Solusi

• Mengubah paradigma dalam keluarga, bahwa kekerasan adalah salah satu bentuk pendidikan disiplin pada anak.
• Pemerintah harus tegas pada media, sensor pada adegan kekerasan di TV dan media lain. Komite Penyiaran Indonesia (KPI) harus lebih tajam.
• Langkah kongkret mencegah kekerasan dengan sosialisasi berupa kampanye, pidato dan talkshow bahwa tindakan kekerasan pada anak-anak harus dihentikan.

"Jadi sebaiknya semua dimulai dari keluarga. Perbesar dan didiklah anak dengan kasih sayang, bukan kekerasan,"