Sejarah Pencinta
Alam Serta Perkembangannya
Assalamualaikum,,
Selamat siang sahabat blogger, masih pada puasa ga nih ? masih dong yaah tinggal 4 hari lagi kita menuju fitrah, yang penuh berkah dan hidayah. Mungkin ada yang masih sibuk nyari baju lebaran ,, hehehe pada postingan kali ini saya akan membahas sedikit tentang alam, kemaren ada temen yang minta posting tentang alam akhirnya bisa juga di kabulin, yuu kita langsung ajj pembahasan nya,,
Sejarah Pencinta
Alam Serta Perkembangannya
Apabila sejenak kita merunut dari belakang, sebetulnya sejarah manusia
tidak jauh jauh amat dari alam. Sejak zaman prasejarah dimana manusia berburu dan mengumpulkan makanan, alam adalah
"rumah" mereka. Gunung adalah sandaran kepala, padang rumput adalah
tempat mereka membaringkan tubuh, dan gua-gua adalah tempat mereka bersembunyi.
Namun sejak manusia menemukan kebudayaan, yang katanya lebih
"bermartabat", alam seakan menjadi barang aneh. Manusia
mendirikan rumah untuk tempatnya bersembunyi. Manusia menciptakan kasur untuk
tempatnya membaringkan tubuh, dan manusia mendirikan gedung bertingkat untuk
mengangkat kepalanya.
Manusia dan alam akhirnya memiliki sejarahnya
sendiri-sendiri. Ketika keduanya bersatu kembali, maka ketika itulah saatnya
Sejarah Pecinta Alam dimulai : Pada tahun 1492 sekelompok orang Perancis di
bawah pimpinan Anthoine de Ville mencoba memanjat tebing Mont Aiguille (2097
m), dikawasan Vercors Massif. Saat itu belum jelas apakah mereka ini tergolong
pendaki gunung pertama. Namun beberapa dekade kemudian, orang-orang yang naik
turun tebing-tebing batu di Pegunungan Alpen adalah para pemburu chamois,
sejenis kambing gunung. Barangkali mereka itu pemburu yang mendaki gunung. Tapi
inilah pendakian gunung yang tertua pernah dicatat dalam sejarah.
Pada tahun 1786 puncak gunung tertinggi pertama
yang dicapai manusia adalah puncak Mount Blanc (4807 m) di Prancis. Lalu pada
tahun 1852 Puncak Everest setinggi 8840 meter ditemukan. Orang Nepal
menyebutnya Sagarmatha, atau Chomolungma menurut orang Tibet. Puncak Everest
berhasil dicapai manusia pada tahun 1953 melalui kerjasama Sir Edmund Hillary
dari Selandia Baru dan Sherpa Tenzing Norgay yang tergabung dalam suatu
ekspedisi Inggris. Sejak saat itu, pendakian ke atap-atap dunia pun semakin
ramai.
Di Indonesia, sejarah pendakian gunung dimulai
sejak tahun 1623 saat Yan Carstensz menemukan "Pegunungan sangat tinggi di
beberapa tempat tertutup salju" di Papua. Nama orang Eropa ini kemudian
digunakan untuk salah satu gunung di gugusan Pegunungan Jaya Wijaya yakni
Puncak Cartensz.
Di Indonesia sejarah pecinta alam dimulai dari
sebuah perkumpulan yaitu "Perkumpulan Pentjinta Alam"(PPA). Berdiri
18 Oktober 1953. PPA merupakan perkumpulan Hobby yang diartikan sebagai suatu
kegemaran positif serta suci, terlepas dari 'sifat maniak'yang semata-mata
melepaskan nafsunya dalam corak negatif. Tujuan mereka adalah memperluas serta
mempertinggi rasa cinta terhadap alam seisinya dalam kalangan anggotanya dan
masyarakat umumnya. Sayang
perkumpulan ini tak berumur panjang. Penyebabnya
antara lain faktor pergolakan politik dan suasana yang belum terlalu mendukung
sehingga akhirnya PPA bubar di akhir tahun 1960. Awibowo adalah pendiri satu
perkumpulan pencinta alam pertama di tanah air mengusulkan istilah pencinta
alam karena cinta lebih dalam maknanya daripada gemar/suka yang mengandung makna
eksploitasi belaka, tapi cinta mengandung makna mengabdi. "Bukankah kita dituntut untuk mengabdi kepada
negeri ini?."
Sejarah pencinta alam kampus pada
era tahun 1960-an. Pada saat itu kegiatan politik praktis mahasiswa dibatasi
dengan keluarnya SK 028/3/1978 tentang pembekuan total kegiatan Dewan Mahasiswa
dan Senat Mahasiswa yang melahirkan konsep Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). Gagasan ini mula – mula
dikemukakan Soe Hok Gie pada suatu sore, 8 Nopember 1964, ketika mahasiswa
FSUI sedang beristirahat setelah mengadakan kerjabakti di TMP Kalibata.
Sebenarnya gagasan ini, seperti yang dikemukakan Soe Hok Gie sendiri,
diilhami oleh organisasi pencinta alam yang didirikan oleh beberapa orang
mahasiswa FSUI pada tanggal 19Agustus 1964 di Puncak gunung Pangrango.
Organisasi yang bernama Ikatan Pencinta Alam Mandalawangi itu keanggotaannya
tidak terbatas di kalangan mahasiswa saja. Semua yang berminat dapat menjadi
anggota setelah melalui seleksi yang ketat. Sayangnya organisasi ini mati pada
usianya yang kedua. Pada pertemuan kedua yang diadakan di Unit III bawah gedung
FSUI Rawamangun, didepan ruang perpustakaan. Hadir pada saat itu Herman O.
Lantang yang pada saat itu menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa FSUI. Pada
saat itu dicetuskan nama organisasi yang akan lahir itu IMPALA, singkatan dari
Ikatan Mahasiswa Pencinta Alam.
Setelah bertukar pikiran dengan Pembantu Dekan III
bidang Mahalum, yaitu Drs.
Bambang Soemadio dan Drs. Moendardjito yang ternyata menaruh minat terhadap
organisasi tersebut dan menyarankan agar mengubah nama IMPALA menjadi MAPALA
PRAJNAPARAMITA. Alasannya nama IMPALA terlalu borjuis. Nama ini diberikan
oleh Bpk Moendardjito. Mapala merupakan singkatan dari Mahasiswa Pencinta Alam.
Dan Prajnaparamita berarti dewi pengetahuan. Selain itu Mapala juga berarti
berbuah atau berhasil. Jadi dengan menggunakan nama ini diharapkan segala
sesuatu yang dilaksanakan oleh anggotanya akan selalu berhasil berkat lindungan
dewi pengetahuan. Ide pencetusan pada saat itu memang didasari dari faktor politis
selain dari hobi individual pengikutnya, dimaksudkan juga untuk mewadahi para mahasiswa
yang sudah muak dengan organisasi mahasiswa lain yang sangat berbau politik dan
perkembangannya mempunyai iklim yang tidak sedap dalam hubungannya antar organisasi.
Dalam tulisannya di Bara Eka 13 Maret 1966, Soe
mengatakan bahwa : “Tujuan Mapala ini adalah mencoba untuk membangunkan kembali
idealisme di kalangan mahasiswa untuk secara jujur dan benar-benar mencintai
alam, tanah air, rakyat dan almamaternya. Mereka adalah sekelompok mahasiswa
yang tidak percaya bahwa patriotisme dapat ditanamkan hanya melalui
slogan-slogan dan jendela-jendela mobil. Mereka percaya bahwa dengan mengenal
rakyat dan tanah air Indonesia secara menyeluruh, barulah seseorang dapat
menjadi patriot-patriot yang baik”. Para
mahasiswa itu, diawali dengan berdirinya Mapala Universitas Indonesia, membuang
energi mudanya dengan merambah alam mulai dari lautan sampai ke puncak gunung.
Mapala atau Mahasiswa Pecinta Alam adalah organisasi yang beranggotakan para
mahasiswa yang mempunyai kesamaan minat, kepedulian dan kecintaan dengan alam sekitar
dan lingkungan hidup. Sejak itulah pecinta alam pun merambah tak hanya kampus
(Kini, hampir seluruh perguruan tinggi di Indonesia memiliki mapala baik di tingkat
universitas maupun fakultas hingga jurusan), melainkan ke sekolah-sekolah, ke
bilik-bilik rumah ibadah, sudut-sudut perkantoran, lorong-lorong atau kampung kampung.
Seakan-akan semua yang pernah menjejakkan kaki di puncak gunung sudah merasa
sebagai pecinta alam.
Pecinta Alam Warga Analis Kimia (PAWASKA) pun
memiliki latar belakang yang tidak berbeda. Pada mulanya para siswa-siswi SMAK
Bogor yang memiliki kesamaan hoby yaitu menjelajah alam sering melakukan
kegiatan bersama. Untuk mengarahkan hal2 tersebut kearah yang positif maka pada
tahun 1993 Bpk ahma Yulius Usman dan (alm) Pak Sugeng mendirikan kelompok
pecinta alam yang menginduk pada PP SMAK Bogor yang diberi nama “PECINTA ALAM
WARGA ANALIS KIMIA(PAWASKA) dengan Natrabu-1 sebagai angkatan pertama.
Apa yang diharapkan dengan mengikuti sebuah
organisasi bernama pecinta alam? Banyak memandang sebelah mata pada organisasi
ini dan terkadang mengatakan bahwa kegiatannya hanya bersifat hura-hura yang
menghabiskan uang, anggotanya kurang baik. Suara itu semakin santer terdengar
bila ada pemberitaan mengenai kecelakaan yang dialami oleh anggota Mapala pada
waktu melakukan kegiatan di alam.
Dalam sebuah diskusi (mengutip dalam artikel
Kompas, Minggu 29 Maret 1992) kegiatan Mapala dapat dikategorikan sebagai
olahraga yang masuk ke dalam kaliber sport beresiko tinggi. Kegiatannya
meliputi mendatangi puncak gunung tinggi, turun ke lubang gua di dalam bumi,
hanyut berperahu di kederasan jeram sungai deras, keluar masuk daerah pedalaman
yang paling dalam dan lainnya. umumnya kegiatan Mapala berkisar di alam terbuka
dan menyangkut lingkungan hidup. Jenis aktifitas meliputi pendakian gunung
(mountaineering), pemanjatan (climbing), penelusuran gua (caving), pengarungan
arus liar(rafting), penghijauan dan lain sebagainya.
Tak ayal lagi bahwa kegiatan ini beresiko tinggi
dan setiap anggotanya harus memahami konsekuensi resiko yang dihadapi dengan
bergabung dengan organisasi ini. Resiko yang paling berat adalah cacat
fisik permanen dan bahkan kematian. Untuk bisa mempersiapkan
diri menghadapi resiko yang tinggi ini, dibutuhkan kesiapan mental, fisik dan
skill yang memadai. Berbagai macam latihan dan pengalaman terjun langsung ke
alam dapat meminimalisir resiko yang akan dihadapi. Tapi, diluar semua itu
masih ada yang lebih berwenang untuk menentukan hidup dan mati seseorang.
MAPALA, Pencinta alam atau Petualang ?
Dua nama, pencinta alam dan
petualang seolah-olah merupakan satu kesatuan utuh yang tidak bisa di pisahkan
antara keduanya. Namun kalau dilihat secara etimologi kata dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia akan nampak kelihatan bahwa keduanya tidak
ada hubungan satu sama lainnya. Dalam KBBI, pecinta (alam) ialah orang yang
sangat suka akan (alam), sedangkan petualang ialah orang yang suka mencari
pengalaman yang sulit-sulit,
berbahaya, mengandung resiko tinggi dsb. Dengan demikian, secara etimologi
jelas disiratkan dimana keduanya memiliki arah dan tujuan yang berbeda, meskipun
ruang gerak aktivitas yang dipergunakan keduanya sama, alam. Dilain pihak,
perbedaan itu tidak sebatas lingkup “istilah” saja, tetapi juga langkah yang
dijalankan. Seorang pencinta alam lebih populer dengan gerakan enviromentalisme-nya,
sementara itu, petualang lebih aktivitasnya lebih lekat dengan
aktivitas-aktivitas Adventure-nya seperti pendakian gunung, pemanjatan tebing,
pengarungan sungai dan masih banyak lagi kegiatan yang menjadikan alam sebagai
medianya.
Kini yang sering ditanyakan ketika kerusakan alam
di negeri ini semakin parah dimanakah pencinta alam? begitupun dengan para
petualang yang menggunakan alam sebagai medianya. Bahkan Tak jarang aktivitas
“mereka” berakhir dengan terjadinya tindakan yang justru sangat menyimpang dari
makna sebagai pecinta alam, misalkan terjadinya praktek-paktek vandalisme.
Inilah sebenarnya yang harus di kembalikan tujuan dan arahnya sehingga jelas
fungsi dan gerak merekapun bukan hanya sebagai ajang hura-hura belaka.
keberadaaan mereka belum mencirikan kejelasan arah gerak dan pola pengembangan
kelompoknya. Jangankan mencitrakan kelompoknya sebagai pecinta alam, sebagai
petualang pun tidak. Aktivitas mereka cenderung merupakan aksi-aksi spontanitas
yang terdorong atau bahkan terseret oleh medan ego yang tinggi dan sekian image
yang telah terlebih dulu dicitrakan, dengan demikian banyak diantara para “pencinta
alam” itu cuma sebatas “gaya” yang
menggunakan alam sebagai alat.
PAWASKA, Environmental+Analytical+Adventurer
Akhir-akhir ini di mana degradasi lingkungan
dirasa semakin parah, maka peran pencinta alam sangat penting untuk membantu
melestarikan lingkungan. Untuk melengkapi perannya sebagai duta lingkungan
hidup, PAWASKA sebagai organisasi pencinta alam yang Notabene anggotanya adalah
seorang siswa, dituntut pula untuk mengupgrade ilmu dan pengetahuan dan minat
serta niat yang tulus untuk selalu belajar, menambah pengetahuannya bukan hanya
hal-hal yang menyangkut tentang
outdoor skill tetapi juga harus ber-etika dan ber-intelektual. Karena seorang
anggota PAWASKA juga adalah seorang analis yang memiliki intelektual. seorang
anggota PAWASKA dituntut bukan hanya menguasai skill tentang outdoor activities,
tetapi juga haruslah sebagai siswa/analis yang rasionalis, analitik, kritis,
universal, dan sistematis. PAWASKA sadar dibutuhkan sisi Intelektual untuk menjembatani
dan melengkapi sisi environmental dengan sisi adventurer. PAWASKA sebagai ekstrakulikuler
intelektual dengan gerakan enviromentalisme bermental adventure yang berjuang
keras dalam menjaga keseimbangan alam ini sebagai satu gerakan untuk masa depan
akan lebih berarti tindakannya dengan komitment dan loyalitas yang tinggi dari
anggotanya. Sebuah harapan untuk mengembalikan keseimbangan alam ini, perbedaan
pola fikir dan arah gerak environment dengan adventurer dijembatani oleh sisi
intelektualis para anggotanya yang merupakan spesialisasi dan menjadi ciri dari
PAWASKA yang memahami pentingnya menjaga, memelihara, melindung serta
melestarikan alam Tanah Air tercinta ini dan melakukannya secara aman dan
tertib.. bukanlah suatu kemustahilan ketiga sisi tersebut bersatu untuk masa
depan lingkungan hidup Indonesia sehingga terciptanya lingkungan hidup yang
seimbang, stabil dan bermanfaat bagi kehidupan sekarang dan masa depan.
sampe disini dulu yaa sobat blogger untuk lebih lengkapnya lagi terus kunjungi blog sederhana ini,, jangan lupa pollow me and comment nya,,